21 Agustus 2008

Apa Kata Mereka

Apa yang bisa dimaknai oleh bangsa Indonesia mengenai seratus tahun Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas)?
Saya kira yang harus diambil dari semangat Budi Utomo adalah bahwa titik sejarah yang mereka mulai itu. Mereka berorganisasi secara modern setelah sebelumnya selalu kalah karena selalu mengedepankan kesukuan. Maka, ketika mereka menggunakan rasionalitas dan organisasi modern, dan penggeraknya adalah para intelektual, kemudian memperjuangkan jalan panjang yang dinamakan kemerdekaan.
Apa yang bisa kita petik dari gerakan Budi Utomo pada masa itu?
Perjuangan mereka menemukan dua kata kunci, yakni pendidikan dan kesehatan. Kalau kita melihat hasil dari generasi 1908 adalah generasi 1928, di mana generasi pada masa itu berhasil menyatukan kebhinnekaan dalam sebuah kredo atau visi, yaitu bangsa yang bersatu hanya mungkin dengan Sumpah Pemuda.
Dengan kata lain, gerakan kebangkitan nasional pada masa itu bekerja dalam kesadaran yang sama, yaitu membuka akses masyarakat pada pendidikan dan budaya modern. Kaum intelegensi dan pergerakan ketika itu menyadari bahwa hanya dengan modal pendidikan dan budaya modernlah bangsa ini bisa dipersiapkan untuk menjadi bangsa yang mandiri dan merdeka.
Hasilnya terwujud pada 1928 (Sumpah Pemuda) dan Proklamasi Kemerdekaan 1945. Bung Karno dan Bung Hatta yang menjadi proklamator adalah produk terbaik dari proses pendidikan dan budaya modern yang menjadi spirit kebangkitan nasional awal abad ke-20 itu.
Bagaimana dengan konteks kekinian?
Ketika kita meninggalkan apa yang sudah dirintis oleh generasi Budi Utomo soal pendidikan, pemartabatan dan kesehatan, kita karut-marut semua. Sekarang ini, kita tidak melakukan humanisasi dalam pendidikan, kita terpuruk betul! Bahkan bangsa ini telah kehilangan rasa ketulusan untuk berkorban.
Jelasnya seperti apa?
Kita ambil contoh, pendidikan di kedokteran. Karena sistem ekonomisasi, di mana pendidikan kedokteran begitu mahal, maka orang yang masuk fakultas kedokteran semacam investasi. Sehingga, nanti ketika dia jadi dokter, maka dia harus mengembalikan seluruh biaya kuliahnya. Ini juga sama dengan orang yang mau masuk masuk tentara, polisi, atau birokrasi, tidak ada semangat mengabdi kepada kepentingan bangsa.
Menurut Anda, apa yang menjadi faktor penghalang munculnya semangat kebangkitan dalam suatu bangsa?
Menurut saya, ada empat musuh konteks kalau kita memberi makna kebangkitan nasional. Pertama, estetisasi, yakni sebuah cara pencitraan untuk mengindah-indahkan, padahal aslinya semu. Jadi, semacam pembentukan citra yang mau menutupi permasalahan di masyarakat, lewat tampilan di media yang seolah-olah tidak ada persoalan, padahal kondisinya amburadul.
Kedua, politisasi, di mana keindonesian yang hanya berpikir secara politis belaka, hanya cari uang lewat partai politik. Ketiga, ekonomisasi, ketika uang atau kapital dan munculnya pereduksian manusia Indonesia yang hanya dilihat dari segi uang dan pencarian ekonomis belaka. Dan yang keempat adalah fundamentalisasi, ketika kebhinnekaan dikotak-kotakkan dan kita tidak toleran lagi dalam perbedaan, sehingga kita masuk dalam fundamental isme atau agama.
Bagaimana upaya untuk membereskannya?
Ini hanya akan beres kalau kita melakukan humanisasi. Artinya bahwa kita harus keluar dari kekangan mentalitas yang membuat kita tidak merdeka, tidak bersikap adigang, adigung, adiguno, yang berkuasa seenaknya dan kita juga harus menganggap bahwa politik itu adalah amanah. Tapi, dalam kondisi saat ini mentalitas kita masih feodal, yang masih mau tunduk-tunduk serta tidak berdaulat dalam sumber daya alam kita sendiri, malah tunduk terhadap kolonialisme baru. Ini tragis sekali.
Soal kebangkitan politik bagaimana?
Generasi politik kita juga sudah kehilangan arah. Kelemahannya ada ketika kita membuat strukturalisasi untuk mewujudkan demokrasi itu sendiri, karena salah satu syarat demokrasi adalah partai politik. Selama orang masih mencari makan di partai politik, selama itu pula perpolitikan di Indonesia untuk demokrasi tidak akan beres. Yang kedua, parpol yang kita andaikan sebagai penyalur aspirasi rakyat, ternyata rakyat hanya digunakan sebagai tangga. Lalu ketika parpol itu sudah di atas, anak tangga itu ditendang lagi.
Apa yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia saat ini?
Hal terpenting yang harus kita lakukan saat ini adalah menemukan kembali Indonesia. Kegagalan gerakan kebangkitan nasional di masa lalu karena sifatnya yang sporadis atau terpecah, mistis, dan kesukuan, lalu Budi Utomo berhasil mentransformasikan menjadi gerakan kebangkitan nasional yang modern, rasional, dan bersatu. Muaranya pun jelas: tujuan bersama meraih kemerdekaan bangsa.
Belajar dari sejarah, momentum seratus tahun kebangkitan nasional sekarang ini bisa juga kita jadikan sebagai spirit untuk merajut kembali kebersamaan dengan melupakan kepentingan kelompok atau golongan. Kalau kita tidak melakukan itu sekarang, 20 atau 30 tahun ke depan kita tidak akan menyaksikan perubahan besar apa pun. Kita juga akan tetap menjadi bangsa yang kerdil dan terkucil dalam pergaulan dunia.***

"Dikutip oleh Bhebeg_Jantan"

0 komentar:

dHaNa bHebeg's Fan Box

 
Copyright (c) 2010 Journal si bhebeg.